Sikap Pemalu Justru di dapat dari belajar
Mungkin
selama ini kita tak pernah tahu, tak ada anak yang dilahirkan sebagai
pemalu. Mau tahu siapa "biang kerok"nya? Ternyata, orang tua! Punya anak
pemalu kerap bikin jengkel. Ke mana-mana dan di mana saja, si kecil
menempel atau sembunyi di balik orang tua/pengasuhnya.
Apalagi kalau
diajak ke sebuah lingkungan baru yang dirasanya asing. Yang pasti,
seperti dituturkan Dra. Frida NRH, MS, staf pengajar jurusan Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, ada beberapa
kategori anak pemalu.
Ada yang tak berani tampil di tempat umum, tak mau
bertemu orang, ada pula yang mau bertemu orang tapi tanpa melakukan
sesuatu, terlebih yang bersifaf kompetitif. Bahkan ada yang saking
pemalunya, enggan bertemu orang. Jika terpaksa, badannya gemetar, keluar
keringat, bahkan jadi kebelet pipis.
Pada
kasus yang ekstrim itu, "Si pemalu disebut menderita fobia sosial. Ia
perlu bantuan ahli untuk penyembuhannya," kata Frida. Namun jangan cemas
jika si kecil yang cenderung pemalu akan menderita fobia sosial
tersebut. "Itu sangat jarang terjadi, kok. Terlebih jika orang tua sejak
awal sudah peka bahwa anaknya ada kecenderungan menjadi pemalu dan bisa
segera mengatasinya."
Dari "Belajar"
Frida
yakin, tak ada anak yang dilahirkan sebagai pemalu. "Dia jadi pemalu
lebih disebabkan lingkungan tempat ia belajar." Anak, lanjutnya,
mengalami proses (sejak lahir) bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya yang lalu memberinya suatu pelajaran bahwa, "Saya harus
malu." Jadi, "Ada pengalaman yang membuat si anak mengambil kesimpulan
bahwa ia harus muncul sebagai pemalu terhadap lingkungannya."
Sayangnya,
orang tua sering tak sadar, mereka telah menciptakan suatu lingkungan
yang membuat anaknya jadi pemalu. Anak "belajar" dari perlakuan yang
diterima, amati, dan rasakan dari ayah-ibunya. Contohnya, anak yang
sering diperlakukan negatif. "Mau ini-itu, dicela dan dilarang. Dari
sinilah bibit pemalu bisa muncul."
Demikian juga anak yang terlalu
dilindungi, yang akhirnya membuatnya sulit melakukan penyesuaian dengan
lingkungan. Frida mengibaratkan anak dalam kepompong, yang selalu
dilindungi dan dibantu. "Akibatnya, anak tak pernah bisa mandiri," tutur
pengurus Lembaga Perlindungan Anak Jawa Tengah ini.
Contoh
lain adalah anak yang biasa menerima kasih sayang untuk sikap-sikap
yang kondisional. "Si anak disayang orang tua kalau menurut, bersikap
baik. Pokoknya, semacam ada syaratnya." Alhasil, hal ini akan terbawa
saat ia harus berhubungan dengan lingkungan luar. Ia merasa, kalau mau
diterima dengan baik, ada persyaratannya yang mesti dilakukannya.
Padahal, lanjut Frida, anak punya persepsi tentang dirinya sendiri.
Kalau sering diberi syarat, ia jadi berpikir, "Oh, Mama dan Papa
mensyaratkan begitu. Jadi, kalau syaratnya belum bisa saya penuhi, saya
belum sempurna betul untuk tampil."
Dampak
selanjutnya, anak akan takut berkompetisi karena ia selalu merasa orang
lain akan lebih dari dirinya. "Nah, itu, kan, membuatnya makin merasa
malu untuk tampil. Sebab, ia merasa tak aman." Perasaan kurang PD
(percaya diri) itulah yang membuatnya merasa, orang lain tak welcome
menerima dirinya atau ia merasa, dirinya memang tak mampu.
Bisa juga ia
jadi merasa tak nyaman dengan dirinya sendiri karena selalu diliputi
perasaan, "Jika saya tampil, pasti saya akan dilecehkan."
"Terus Latih"
Lantaran
itulah Frida percaya, anak yang memiliki kecenderungan pemalu dapat
berubah. Apalagi dalam hidupnya, anak terus berproses mengembangkan
dirinya. Yang penting, orang tua rajin memberikan stimulasi dan latihan
padanya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. "Niscaya rasa malu
itu akan berkurang, bahkan dapat dihilangkan," tegas Frida.
Caranya?
Beri anak pengalaman yang membuatnya tersadar, konsep dirinya itu
keliru. "Hingga ia pun akan berkesimpulan, ternyata dengan kemampuan
yang ada pun, orang lain menerima dirinya sepenuhnya." Juga bahwa dunia
yang dicintainya tak membutuhkan banyak syarat. "Ini akan memberikan
perubahan pada dirinya," ujar pengurus Badan Koordinasi Pembinaan Anak,
Remaja dan Pemuda wilayah Jawa Tengah ini.
Dengan kata lain, orang tua
membantu anak mengkaji ulang pandangan tentang dirinya sendiri.
Lama-kelamaan si anak akan berpikir, menjadi pemalu adalah hal keliru.
"Itu perlunya pelatihan-pelatihan. Menurut saya, pemalu lebih karena
sikap, bukan personality atau kepribadian."
Karena
itulah, orang tua harus melatih anak agar tak jadi pemalu. Ini
sekaligus penting untuk menanamkan pada anak bahwa untuk hidup di
masyarakat, diperlukan "keberanian". Soalnya, sambung Frida, "Lingkungan
selalu membutuhkan penyesuaian dari kita. Orang-orang yang tak mampu
bergaul dan bersosialisasi dianggap maladjusted ." Lebih dari
itu, lingkungan juga akan mencapnya memiliki perkembangan kepribadian
yang kurang baik atau bahkan dicap berkepribadian negatif. Akibatnya,
"Ia tak lagi bisa optimal mengembangkan dirinya secara baik dengan cap
yang sudah terlanjur melekat tadi."
Sumber : Tabloid Nakita