Les privat sd surabaya, Les Privat SD di Surabaya - Les Privat SD Sidoarjo - Les privat smp surabaya, Les privat sma surabaya. Les privat bahasa inggris Surabaya, . HUB. LBB SUPRAUNO: 0857 33333 923

Robohnya Sekolah Kami

Robohnya Sekolah Kami

Nun di Bojakan, Siberut Utara, Sumatera Barat, sebuah sekolah mencoba bertahan dengan enam ruang kelas. Tetapi gelombang tsunami menghajar. Tiga kelas hancur seperti disapu, tembok berlubang dan langit-langit siap runtuh.

Di dalam tiga kelas yang tersisa itu, para siswa sering belajar sembari berpayung. Maklum, atap bocor dan mereka masih bersikukuh ingin belajar. Dinding pembatas kelas juga sudah bolong di sana-sini. Padahal kelas itu padat dengan murid. Soalnya, siswa kelas satu dan dua digabung dalam satu lokal. Demikian pula dengan siswa kelas tiga dan empat.

Namun tak demikian halnya dengan siswa kelas lima dan enam. Mereka tak bisa disatukan karena harus berbagi dengan ruangan guru. Alhasil, murid kelas lima terpaksa mengalah dan belajar di rumah guru atau gereja Katolik, yang berjarak 50 meter dari sekolah.

Meja dan kursi yang ada di dalam kelas pun banyak yang lapuk. Tak jarang saat sedang asyik belajar tiba-tiba ada anak yang terjatuh karena kursinya patah. Namun kejadian memprihatinkan itu justru menjadi hiburan bagi anak yang lain. Mereka tertawa bila melihat temannya terjatuh.

Lantaran banyaknya kursi yang patah, siswa kelas enam terpaksa meminjam bangku dan meja dari gereja. "Kaki saya sering terjepit saat mengangkat meja," ujar Jaini, salah seorang siswa. Kondisi lebih parah dialami SLTP I Siberut, yang lokasinya di dekat SD Bojakan. Pintu dan jendela sekolah sudah tanggal. Bangku-bangkunya pun hancur berantakan. Setiap hari libur dan malam hari, kambing dan sapi menginap di sana.

Taleyak, Ketua Komite Sekolah SDN Bojakan, mengaku telah melaporkan kerusakan sekolahnya ke pemerintah setempat. "Dulu ada janji pemerintah daerah menambah tiga lokal lagi dan memperbaiki sekolah, tapi hingga sekarang belum terwujud," katanya.

Mari kita tengok nasib pendidikan di Banten. Adalah SDN Sindang Jaya 1, Pasar Kemis, Tangerang, yang sudah berusia 26 tahun. Karena tua renta, gedung itu ambruk. Beruntung tak ada siswa yang menjadi korban. Kini mereka terpaksa menumpang belajar di balai desa, entah sampai kapan. "Kami berharap pemerintah segera membangun kembali sekolah kami," ujar Suardi, seorang guru.

Pemerintah Tangerang mencatat sekolah yang rusak di wilayahnya mencapai 45 persen dari 378 sekolah yang ada. Kerusakan terjadi karena bangunan sudah tua, tidak pernah tersentuh rehabilitasi, dan kurang perawatan. Biaya untuk memperbaiki semua sekolah yang rusak diperkirakan Rp 227 miliar. Namun anggaran daerah 2005 hanya mengalokasikan Rp 70 miliar, anggaran 2006 Rp 75 miliar, dan anggaran 2007 Rp 82 miliar.

Untuk mengakali cekaknya dana, Wali Kota Tangerang Wahidin Halim mengaku ingin meminjam ke bank. Dengan demikian, kekurangan dana rehabilitasi sekolah dapat segera diatasi. "Kita selalu berbicara tentang pendidikan, tapi kenapa tak ada yang peduli dengan bangunan sekolah yang mau roboh," kata Wahidin Halim kepada Ayu Cipta dari Tempo.

Kondisi sekolah yang rapuh karena usia tua juga ditemui di Madiun, Jawa Timur. Maklum, di kabupaten itu gedung sekolah dasar rata-rata dibangun pada tahun 1960-1975. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun, Wahyuono Widoyo Edi, membeberkan bahwa dari 475 bangunan SD di wilayahnya, tercatat ada 121 yang rusak, dengan rincian: 48 nyaris roboh, 14 rusak sedang, dan 59 rusak ringan.

Malangnya, dari ratusan sekolah yang rusak itu, tahun ini pihak Departemen Pendidikan Nasional hanya mampu memperbaiki 10 sekolah. Maka Muhammad Akat mesti sabar menunggu lebih lama. Kepala SDN 04 Madiun itu telah melaporkan kondisi sekolahnya yang rusak berat. Akhir tahun lalu, para pejabat dari Dinas Pendidikan telah melakukan peninjauan. "Saya pikir setelah peninjauan itu akan ada perbaikan," katanya kepada Rohman Taufik dari Tempo.

Sekolah-sekolah di Jakarta? Di tengah mewah dan kemilaunya sekolah kosmopolitan ini, ternyata masih ada sebuah sekolah bernama SDN 03 di kawasan Jalan Sumur Batu Utara, Kemayoran, yang bernasib menyedihkan.

Gedung sekolah itu seperti kakek tua yang menunggu sakratulmaut. Tembok-temboknya mengelupas, memperlihatkan susunan bata merah di bagian dalam. Eternit dan plafon jebol, sehingga genting di atap terlihat menerawang. Kusen pintu serta jendelanya lapuk dimakan rayap. Meja dan kursi pun reot, beberapa bahkan sudah disambung karena patah.

Kondisi lapangan yang biasa dipakai untuk upacara dan olahraga tak kalah mengenaskan. Lantai semennya retak-retak dan mengelupas. Penyangga tiang bendera hancur karena sering terendam air. Maklum, sekolah itu terletak di pinggir Kali Serdang, yang airnya kerap meluap bila datang musim hujan. "Kalau hujan deras, air masuk ke kelas sampai setinggi dua meter. Meja dan kursi pun mengambang," kata Sobari, seorang guru. Kalau sudah begitu, murid terpaksa diliburkan.

Pihak sekolah sudah beberapa kali mengajukan permohonan agar sekolahnya diperbaiki. Beberapa kali pejabat dari Dinas Pendidikan Dasar Jakarta Pusat menyambangi sekolah itu. Tapi sampai kini belum ada tanda-tanda sekolah akan direnovasi.

Bobroknya SDN 03 cuma cermin dari 413 sekolah rusak yang tersebar di Jakarta. Untuk merehabilitasi semua sekolah rusak itu, diperlukan anggaran Rp 1,1 triliun. Namun anggaran tahun ini yang tersedia untuk memperbaiki sekolah hanya Rp 125 miliar. "Anggaran itu akan digunakan untuk memperbaiki 62 sekolah yang sangat mendesak untuk diperbaiki," kata Rudi Siahaan, Kepala Bagian Gedung Pendidikan Dasar DKI Jakarta.

Di Bandung, jumlah sekolah rusak yang menunggu perbaikan mencapai 209 sekolah. Biaya perbaikan diperkirakan lebih dari Rp 42 miliar. Tapi dana yang dialokasikan anggaran Kota Bandung tahun ini untuk perbaikan sekolah hanya Rp 2,65 miliar.

Banyaknya sekolah yang rusak membuat Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Edi Siswadi berharap pemerintah pusat mengalokasikan bantuan dari dana kompensasi BBM. "Kalau bisa kompensasi BBM tidak hanya untuk beasiswa, tapi juga untuk perbaikan sekolah rusak," katanya.

Namun pakar pendidikan Arif Rahman tak sepakat. Ia menilai dana kompensasi BBM sebaiknya dipakai untuk menunjang pemerataan pendidikan anak tak mampu. Untuk sekolah rusak, Departemen Pendidikan Nasional sudah punya anggaran sendiri. Tinggal bagaimana dana itu disalurkan secara transparan ke sekolah.

Arif juga berpendapat rusaknya sekolah karena kurang pandai melakukan pemeliharaan. Padahal biaya perawatan setiap tahun sudah dianggarkan. Begitu pula biaya perbaikan ringan. "Sebagai pimpinan sekolah, jika melihat kunci jebol, masak harus menunggu dana dari pemerintah," katanya. Selain itu, ia melihat banyak manipulasi dalam pembangunan sekolah. Dalam laporan, tertulis mutu bangunan sekolah baik, padahal kenyataannya standar kelas tiga. "Jelas ada penyalahgunaan anggaran. Dan itu harus diusut tuntas," katanya.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Indra Djati Sidi setuju pada pendapat Arif. Ia menyatakan tindakan tegas harus dilakukan terhadap penyeleweng anggaran. Bila perlu, lembaga swadaya masyarakat harus ikut mengawasi pembangunan sekolah. "Jika ada penyelewengan, segera laporkan," katanya.

Tahun ini Departemen Pendidikan Nasional menyediakan Rp 625 miliar untuk memperbaiki sekolah. Duit itu berasal dari dana alokasi khusus dan diberikan Rp 50 juta per paket untuk dua ruang kelas. Tahun depan, dana itu rencananya akan ditingkatkan menjadi Rp 1,2 triliun.

Dana sebesar itu dipastikan dapat merehabilitasi sekolah rusak di 333 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Selain itu, masih ada tambahan dana perbaikan sekolah melalui program Basic Education Project (BEC) yang diambil dari pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB). Indra berjanji, "Dana untuk rehabilitasi dan operasional sekolah itu akan terus kita tingkatkan sampai mampu memperbaiki semua sekolah yang rusak."

Eni Saeni, Febrianti (Padang), Rana Akbar Fitriawan (Bandung
sumber: tempointeraktif.com
Comments
0 Comments