TEMPO Interaktif, Surabaya - Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga Surabaya membantah jika proyek pengadaan peralatan kedokteran pada 2010 lalu sarat permainan.
"Saya bisa buktikan seluruh tender proyek rumah sakit berlangsung transparan dan sudah diperiksa BPK. Hasilnya tidak ada masalah," kata Prof. Dr. Fendy Suhariadi, Direktur Sumber Daya Universitas Airlangga Surabaya ketika ditemui Tempo, Kamis, 7 Juli 2011.
Pernyataan Fendy sekaligus mengklarifikasi berita yang menyebutkan pengadaan alat kedokteran Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di Kementerian Pendidikan Nasional pada 2010 lalu dimanipulasi. Muncul dugaan bahwa ada upaya memenangkan kelompok tertentu.
Fendy menjelaskan bahwa pada 2010, rumah sakit yang baru diresmikan oleh Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh pada 14 Juni 2011 lalu itu mendapatkan dana sebesar Rp 150 Miliar.
Dana sebesar itu lantas dibagi Rp 100 miliar untuk pengadaan alat kesehatan, Rp 40 Miliar untuk melanjutkan pembangunan fisik rumah sakit, dan Rp 10 miliar untuk membeli mebel.
Menurut Fendy, proyek alat kesehatan senilai Rp 100 miliar itu semula melalui proses tender LPSE di Kementerian Pendidikan Nasional. "Saat itu waktunya sudah mepet karena bulan Agustus dan ada 12 perusahaan yang memasukkan penawaran," tutur Guru Besar bidang Sumber Daya Manusia ini. Dari 12 perusahaan tersebut, hanya sembilan yang memenuhi persyaratan administrasi.
Dari sembilan ini, Fendy mengakui setidaknya ada dua nama perusahaan yang terkait dengan Muhammad Nazaruddin, yaitu PT Buana Ramosari Gemilang dan PT Alfindo Nuratama Perkasa. Fendy sendiri mengaku baru mengetahui jika dua perusahaan itu adalah milik Nazaruddin setelah mengikuti pemberitaan di media massa.
Sayang, proses lelang melalui LPSE ini batal gara-gara terlalu besarnya data yang harus diunduh dari Internet. Akibat besarnya data tersebut membuat panitia meminta salinan data melalui cakram padat. Namun, waktu lelang sudah melebihi batas akhir 7 September 2010 sehingga terpaksa dihentikan.
Makmur Mutari, Ketua Panitia Lelang Universitas Airlangga, mengatakan setelah dihentikan, pihak Universitas Airlangga sempat bingung dan berkirim surat kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
"LKPP menjawab dan minta proses lelang ditarik dan digelar secara manual di Surabaya (Unair)," kata Makmur sambil menunjukkan surat jawaban dari LKPP bernomor B-1251/LKPP/D-IV.1/10/2010 tertanggal 4 Oktober 2010.
Tak cukup di situ, panitia lelang dari Unair kembali berkirim surat kepada LKPP bernomor 12364/H3.5/LL/2010 untuk menanyakan apakah dengan penarikan ini, pemberitahuan di website LPSE harus ditutup.
"Saat itu, LKPP menjawab tidak usah ditutup. Proses lelang manual di Unair dilanjutkan saja," tambah Makmur sambil menunjukkan surat jawaban LKPP tersebut bernomor B-1395/LKPP/D-IV.1.1/10/2010 tertanggal 29 Oktober 2010. Berbekal surat inilah, Unair berkesimpulan untuk mengabaikan website LPSE dan kembali memulai proses lelang secara manual di Unair.
Untuk lelang manual inilah, panitia mengundang 12 perusahaan yang pada proses lelang di LPSE sempat mengajukan penawaran. Dari 12 perusahaan yang diundang, yang datang hanya 4 perusahaan, yaitu PT Rajawali Nusindo, PT Besindo Medi Prima, PT Ganarifa, dan PT Buana Ramosari Gemilang.
Dari empat peserta ini, hanya tiga yang datang tepat waktu. "Saat itu deadline pukul 14.00. Satu perusahaan dinyatakan gagal," imbuhnya. Perusahaan itu adalah PT Buana Ramosari Gemilang yang sering disebut-sebut sebagai perusahaan milik Nazaruddin. "Untungnya dia telat datang, coba kalau datang dan menang, pasti kami kena getahnya," kata Makmur.
Unair Surabaya Bantah Beri Proyek ke Nazaruddin
Unair Surabaya Bantah Beri Proyek ke Nazaruddin
0 Comments