Les privat sd surabaya, Les Privat SD di Surabaya - Les Privat SD Sidoarjo - Les privat smp surabaya, Les privat sma surabaya. Les privat bahasa inggris Surabaya, . HUB. LBB SUPRAUNO: 0857 33333 923

Ongkos Pegawai Tumbuh Lebih Cepat Dari Jumlah Pegawai

Ongkos Pegawai Tumbuh Lebih Cepat Dari Jumlah Pegawai

JAKARTA - Keputusan pemerintah melakukan moratorium rekrutmen PNS tidak secara otomatis meringankan membengkaknya beban belanja birokrasi. Kajian yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menunjukkan beratnya belanja pegawai justru lebih disebabkan semakin meningkatnya ongkos pegawai dibandingkan jumlah pegawai itu sendiri.

Sekjen FITRA Yuna Farhan menyebut rata -rata kenaikan jumlah pegawai dalam 5 tahun terakhir adalah 2 persen. Sedangkan, kenaikan belanja pegawai jauh lebih signifikan, yakni 20 persen. "Jadi, pemberlakuan moratorium rekrutment PNS saja tidak akan membawa dampak siginifikan untuk mengurangi beban negara," kata Yuna di Jakarta, kemarin (24/7).

Dia mencontohkan kebijakan pemberian remunerasi sebenarnya termasuk yang secara signifikan ikut mendorong meningkatnya beban belanja birokrasi. Pemberian remunerasi mengansumsikan rendahnya gaji pegawai sebagai pemicu budaya korupsi dan rendahnya kinerja birokrasi. Karena itu diperlukan insentif untuk mencegah perilaku buruk tersebut.

Awalnya, kebijakan ini dipelopori di lingkungan Kementerian Keuangan pada tahun 2007. Dalam perkembangannya, untuk mendukung program remunerasi di beberapa kementerian, termasuk Polri dan Mahkamah Agung, melalui APBN Perubahan 2010 telah dianggarkan Rp 13,4 triliun. Tapi, menurut Yuna, pemberian remunerasi tanpa disertai mekanisme punishment yang tegas tidak akan efektif.

"Terkuaknya kasus Gayus Tambunan (mafia pajak, Red) dan kasus hakim Imas (Hakim adhoc Pengadilan Hubungan Industrial Imas Dianasari, Red) menunjukan remunerasi di Kemenkeu dan MA tidak secara otomatis mampu menahan laju korupsi di birokrasi," kritik Yuna.

Beban birokrasi juga semakin berat dengan dimanjakannya para pegawai oleh kenaikan gaji dan tunjangan. Dalam lima tahun terakhir sampai 2011, sebut Yuna, pemerintah berturut-turut meningkatkan gaji PNS dan TNI/Polri antara 5 -15 persen.

Ditambah lagi kenaikan tunjangan struktural dan fungsional, pemberian gaji ke 13, pemberian uang makan mulai 2007, sampai penyesuaian pokok pensiun dan pemberian bulan ke 13 untuk pensiunan," ungkap Yuna.

FITRA, tegas Yuna, sangat mendukung langkah moratorium rekrutmen PNS. Tapi, itu saja tidak cukup untuk menghemat anggaran negara. Menurut dia, moratorium rekrutmen PNS hanya pintu masuk untuk membenahi secara menyeluruh sistem kepegawaian yang menjadi penyebab membengkaknya belanja pegawai.

Harus ada pengkajian ulang pemberian remunerasi dan pengaturan pemberian tunjangan pejabat dan PNS daerah, tegasnya. Seiring itu, imbuh Yuna, perlu disusun ukuran rasio jumlah pegawai yang ideal berdasarkan variabel jumlah penduduk, kondisi geografis, kemampuan keuangan dan fungsi birokrasi yang dibutuhkan.

Terkait menggelembungnya jumlah pegawai, Yuna menyindir lingkaran istana sendiri tidak menjadi lokomotif reformasi birokrasi. Sebaliknya, malah terus menggemukkan birokrasi.

"Presiden SBY menambah 10 jabatan Wakil Menteri yang sampai saat ini belum jelas pembagian kerjanya dengan Menteri maupun Pejabat Esselon I," katanya.

Lembaga Kepresidenan juga tidak mampu memberikan contoh yang baik bagi kementerian/lembaga lain, karena semakin gemuk dengan struktur baru. "Dibentuk banyak lembaga di lingkungan istana Presiden seperti, staf khusus, staf pribadi, juru bicara, unit kerja, dewan pertimbangan Presiden , dan macam macam satgas," kata Yuna.

Ironisnya, kata Yuna, pembentukan berbagai lembaga itu tidak pernah dievaluasi efektivitasnya. Bahkan, cenderung menambah beban anggaran negara. "Jadi, harus ada juga pembenahan dan pembatasan pembentukan lembaga-lembaga ad hoc," tandasnya.

Pada bagian lain, salah satu kementerian yang bersiap untuk membatasi penerimaan PNS adalah Kementrian Keuangan (Kemenkeu). Untuk kali pertama, tahun ini Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) tidak menerima penerimaan mahasiswa baru untuk jenjang diploma tiga (D3). Perguruan tinggi yang ditujukan untuk calon PNS Kemenkeu itu, tahun ini hanya menerima jenjang diploma satu (D1) untuk dua spesialisasi, yakni Pajak serta Kepabeanan dan Cukai.

Wakil Menkeu Anny Ratnawaty mengatakan, kebijakan moratorium PNS sepenuhnya merupakan kewenangan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Saat ini, yang masih diterapkan adalah kebijakan zero growth, atau penerimaan PNS dengan jumlah formasi sesuai dengan jumlah PNS yang pensiun atau meninggal. "Saat ini kan zero growth, hanya menggantikan yang meninggal dan pension," kata Anny.

Anny menambahkan, problem makin tingginya jumlah PNS lebih banyak disebabkan pemekaran daerah. Sedangkan untuk pusat, tetap akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kementrian/lembaga. "Struktur organisasi prinsipnya harus kaya fungsi. Bukan makin lebar strukturnya tapi fungsinya harus diperkaya. Tapi masing-msing kementrian dan lembaga kan punya keunikan," katanya

Anggota komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin menilai usulan pemerintah untuk melakukan moratorium PNS bisa menjadi solusi untuk mengurangi beban anggaran. Namun, Nurul mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati. Sebab, masih ada tenaga honorer yang masih membutuhkan penyelesaian. "Bagaimana dengan honorer? Apa pemerintah tidak memikirkan nasib mereka?" kata Nurul.

Menurut Nurul, moratorium PNS juga harus diikuti dengan penghentian sementara penerimaan tenaga kerja honorer. Alasan utama moratorium dilakukan harus dengan pertimbangan efisiensi. Hal ini juga sekaligus menutup upaya oknum daerah yang memanfaatkan perekrutan PNS sebagai ajang jual beli. "Jika alasannya efisiensi, semua akses (perekrutan) juga harus ditutup," jelasnya. (pri/sof/bay)

sumber: jpnn.com
Comments
0 Comments